Anjing Akita Jepang Digemari Tokoh Dunia, Terkenal Kesetiaannya

Anjing ini terkenal sekali di dunia sehingga bukan hanya dijadikan film Jepang saja tetapi Amerika pun membuat film Hachiko, anjing Akita yang sangat setia.

“Anjing setia ini menjadi simbol Akita yang sangat terkenal memang saat ini, digemari banyak tokoh dunia,” papar Takumi Abe dari Yayasan Turisme Akita khusus kepada JIEF hari  Senin ini (11/12/2017).

Tiga tokoh dunia yang menjadi penggemar anjing Akita adalah Helen Keller dan Kenzan (nama anjingnya), Presiden Rusia Vladimir Putin dan Yume (nama anjing nya), serta Caroline Bouvier Kennedy mantan Dubes Amerika Serikat di Jepang dan Fujiko (nama anjingnya).

Anjing Akita ini tidak sama dengan anjing Akita Amerika, meskipun mungkin sejarah nenek moyangnya dulu sama.

Anjing Akita baru diakui sebagai ras anjing sekitar 100 tahun yang lalu. Memiliki kemampuan berburu yang hebat karena ukuran dan keberaniannya, anjing Akita ini juga menjadi anjing pemburu yang handal, dimana buruannya berupa babi hutan, rusa besar, dan beruang Yezo berukuran besar yang berada di perfektur Akita.

Nenek moyang anjing Akita adalah akita matagi yang dipakai untuk berburu rusa dan beruang. Pada zaman dulu, anjing berukuran besar tidak ada di Jepang. Akita Matagi adalah anjing pemburu berukuran sedang untuk berburu beruang.

Pada zaman Edo, klan Satake menguasai daerah Dewa bagian timur (wilayah Akita). Sebelumnya klan Satake adalah penguasa daerah Hitachi namun wilayah kekuasaannya bertukar dengan daerah Dewa setelah berpihak ke Pasukan Barat yang kalah dalam Pertempuran Sekigahara. Shogun Tokugawa memperlakukan klan Satake sebagai tozama daimyo yang kekuatan militernya sangat dibatasi.

Sekitar tahun 1630, klan Satake menganjurkan pengikutnya mengadakan adu anjing sebagai pelampiasan nafsu berperang. Klan Satake berintikan keluarga Satake Timur yang bermarkas di Istana Kubota. Keluarga klan Satake yang lain adalah Keluarga Barat, Keluarga Utara, dan Keluarga Selatan yang masing-masing berkedudukan di Otachi, Kakunodate, dan Yuzawa. Keluarga Barat yang berkedudukan di kawasan Otachi dikenal sebagai peternak anjing petarung hasil persilangan anjing matagi dan anjing lokal. Anjing yang mereka hasilkan disebut Otachi-ken (Anjing Ōtachi).

Hingga zaman Meiji, tradisi adu anjing di Jepang tidak juga hilang. Peternak terus mengawinkan anjing dari lokal dengan anjing impor berukuran besar untuk menghasilkan anjing petarung. Sekitar tahun 1897, peternak anjing di perfektur Akita mendatangkan anjing Tosa dari perfektur Kochi yang dikenal sebagai anjing petarung. Tosa disilangkan dengan anjing impor dari Barat sehingga tubuhnya semakin bertambah besar. Seusai Perang Tiongkok-Jepang Pertama, orang Jepang yang pergi Sakhalin membawa pulang Sakhalin Husky dan anjing Hokkaido.

Di Prefektur Akita, moyang Akita Inu terus disilangkan dengan anjing impor dari Barat, di antaranya diperkirakan dengan Mastiff peliharaan insinyur Jerman di Pertambangan Kosaka. Pada pertengahan zaman Meiji, moyang anjing akita mulai disilangkan dengan Anjing Gembala Jerman dan Great Dane. Tubuh Akita Inu dilahirkan semakin lama semakin besar. Pada waktu itu, telinga tegak dan ekor melengkung yang menjadi ciri khas anjing spitz mulai hilang.

Adu anjing dilarang di perfektur Akita sejak tahun 1908 karena dianggap merusak masyarakat. Penduduk begitu tenggelam dalam judi adu anjing sehingga pemerintah melarang adu anjing. Pelarangan adu anjing, sabung ayam, dan adu sapi di seluruh Jepang baru dilakukan Dinas Polisi Kekaisaran Jepang sejak 26 Juli 1916. Setelah adu anjing dilarang, peternak anjing dari Akita mengalami masa suram. Anjing impor dari Barat menjadi lebih populer daripada anjing lokal. Berbagai jenis anjing campuran lahir dari persilangan dengan anjing impor dari Barat.

Pelestarian

Pada zaman Taisho, kalangan terpelajar menganggap perlu untuk melestarikan Akita Inu. Kegiatan pelestarian dipimpin wali kota Otachi. Pada waktu itu, gerakan pelestarian tidak dilakukan hanya terhadap anjing lokal asal Akita, melainkan juga terhadap anjing-anjing lokal dari tempat lain yang mulai bercampur dengan anjing impor dari Barat.

Pada 1919, Pemerintah Jepang mengeluarkan Undang-Undang Pelestarian Monumen Alam. Pemimpin gerakan pelestarian anjing Jepang adalah Shozaburo Watase. Ia pergi ke kota Otachi untuk mempelajari kemungkinan anjing Akita dijadikan monumen alam. Pada waktu itu, Watase tidak menganggapnya bisa dijadikan monumen alam. Pada tahun 1922, Shozaburo Watase menerbitkan sebuah makalah tentang asal usul anjing Jepang, khususnya tentang Akita.

Setelah bertambahnya minat terhadap perbaikan jenis anjing ini, anjing Akita mulai diternakkan oleh penggemar. Pada tahun 1927, wali kota Otachi mendirikan Perkumpulan Pelestarian Akita Inu. Pada tahun berikutnya, Perkumpulan Pelestarian Anjing Jepang didirikan di Tokyo dengan tujuan melestarikan anjing Akita, anjing Hokkaido, anjing Shiba, Kai Ken, dan Shikoku Ken.

Akita Inu akhirnya ditetapkan sebagai monumen alam Jepang pada tahun 1931. Semuanya ada 9 ekor anjing Akita yang dijadikan monumen alam, dan Akita ini menjadi anjing lokal Jepang yang pertama kali dijadikan monumen alam.

Pada tahun 1932, harian Asahi Shimbun memuat berita tentang anjing jenis Akita yang setia menunggu majikannya Profesor Universitas Imperial (kini Universitas Tokyo) Profesor Hidesaburo Ueno di Stasiun Shibuya, Tokyo. Hachiko tidak tahu bahwa majikannya sudah meninggal dunia, dan terus menanti majikannya yang tidak kunjung pulang selama 10 tahun (1925-1935). Tiap hari pergi pulang ke stasiun kereta api menunggu tuannya pulang, padahal sudah meninggal tahun 1925.

Kesulitan pangan di Jepang selama Perang Tiongkok-Jepang hingga akhir Perang Dunia II menyebabkan anjing berukuran besar seperti Akita berada dalam bahaya kepunahan. Jumlah anjing Akita berkurang drastis karena kurang makan dan dibunuh untuk diambil kulitnya. Anjing tidak diberi makan daging, melainkan hanya tepung dan sayuran sehingga sulit bereproduksi. Anak anjing yang lahir akhirnya mati karena kurang makan dan terkena canine distemper.

Selain Anjing Gembala Jerman yang dipelihara militer untuk keperluan perang, anjing berukuran besar disita untuk dibunuh. Kulit anjing dipakai untuk keperluan seragam militer. Pecinta anjing berusaha menghindari peraturan dengan mengawinkan anjing-anjing mereka dengan Anjing Gembala Jerman. Seusai Perang Dunia II, jumlah anjing jenis Akita berkurang drastis, dan tersisa dalam tiga jenis berbeda yaitu akita matagi, akita petarung, dan akita gembala.

Usaha pemulihan anjing trah Akita dilakukan dari seekor anjing bernama Kongo-go asal keturunan Provinsi Dewa. Kongo-go memperlihatkan ciri-ciri Mastiff dan Anjing Gembala Jerman. Namun penggemar menyadari ciri-ciri yang dimiliki Kongo-go bukan sebagai ciri anjing trah Jepang yang benar. Oleh karena itu, peternak berusaha menghilangkan galur trah asing.

Persilangan dilakukan dengan akita matagi dengan tujuan mengembalikan trah murni. Galur murni dari trah berukuran besar berhasil distabilkan hingga menjadi anjing Akita yang dikenal sekarang.

Be the first to comment

Leave a Reply