Tidak seperti di Indonesia atau negara lain, dengan bebas para wartawan foto dan televisi mengabadikan jalannya sidang pengadilan. Namun ternyata Jepang melarangnya sejak 1949, ada apa gerangan?
“Sampai dengan tahun 1948 ada bukti foto di dalam pengadilan. Tetapi sejak itu tak ada lagi dan muncul larangan melakukan foto di dalam sidang pengadilan di Jepang hingga kini,” ungkap pengacara Jepang, Haruo Kitamura, Selasa (1/11/2016).
Mengapa bisa ada larangan melakukan foto tersebut?
Ternyata tahun 1948 dengan banyaknya wartawan yang meliput dan menggunakan flash atau pencahayaan yang masih sederhana, bahkan memotret dari belakang hakim juga dilakukan, ada kecelakaan pecahnya lampu flash dan mencederai hakim pengadilan.
“Sejak saat itulah setelah ada kecelakaan tersebut, dibuat peraturan melarang wartawan melakukan pemotretan di dalam ruangan sidang pengadilan,” tambahnya.
Sebagai penggantinya maka dilakukan penggambaran, ilustrasi oleh para ahli gambar pengadilan dilakukan hingga kini di berbagai pengadilan Jepang.
Harga sekali menggambar paling murah 10.000 yen per lembar.
“Apabila ada sidang sangat berat bobotnya, sangat penting untuk diarsipkan, maka ahli gambar khusus dipanggil dan harga satu lembar hasil gambaran ilustrasi yang dibuat itu bisa berharga 100.000 yen per lembar,” kata dia.
Biaya pembuatan ilustrasi diperintahkan dan dibayar tentu saja oleh pihak pengadilan dan uangnya dari pemerintah, tidak dibebankan kepada pihak terkait di pengadilan (misalnya ke pengacara tersangka).
Belum ada pengaturan baru yang memperkenankan pemotretan di dalam sidang pegadilan yang sedang berjalan.
Itulah sebabnya saat kita mau memasuki ruang pengadilan biasanya sudah dihadapkan gambar larangan memotret cukup menarik perhatian, agar siapa pun yang memasuki ruang pengadilan melihat dan sadar serta mengikuti aturan tersebut.
Jika melakukan pelaggaran biasanya langsung diusir ke luar dan dipastikan kena ancaman hukum yang ada terkait pengadilan tersebut.